“Maafkan
aku, Dinda. Aku tak bermaksud menyakitimu.” Wilmi tertunduk. Wajahnya terlihat
pias dan lelah.
“Mengapa
mas? Mengapa mas tega menghianati, Dinda? Kurang apa Dinda di mata mas?” Dinda
menangis tersedu. Dipegangnya perut yang mulai membesar itu.
“Tak
ada yang kurang darimu, Dinda. Memang akulah lelaki yang tak bertanggungjawab.
Maafkan aku. Kau boleh memakiku, kau boleh memukulku kalau itu bisa menebus
kesalahanku padamu.” Wilmi pasrah di
depan Dinda.
“Untuk
apa aku harus menyakiti mas, kalau itu hanya akan menyakiti diriku sendiri?
Sudahlah mas.. tunjukkan aku padanya. Pada wanita yang telah mencuri hati mas
dariku” kini Dinda terlihat lebih tegar.
“Iya
sayang, suatu saat kaupun akan mengetahuinya”
****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar