Judul :
Kematian Kedua
Penulis : Oke Sudrajat
Penerbit : Penerbit Anza
Terbit : Mei 2012
Halaman : viii + 168 halaman
Penulis : Oke Sudrajat
Penerbit : Penerbit Anza
Terbit : Mei 2012
Halaman : viii + 168 halaman
Kematian
adalah sebuah misteri. Terkait dengan misteri sebab, waktu, dan tempat. Hanya
Tuhan yang mengetahui segala jawaban perihal kematian. Seringkali kata kematian
itu sendiri menimbulkan ketakutan. Namun tidak seharusnya takut itu ada, karena
bagaimanapun setiap makhluk yang bernyawa pasti akan mati. Pasti!
Kematian bisa terjadi pada siapa
saja, tidak pandang umur. Bisa saja terjadi pada seseorang di usia yang belum
genap tiga puluh tahun, seperti yang terjadi pada Desta dan Maya – kedua tokoh
dalam novel ini. Desta dan Maya mengalami kematian dengan sebab yang berbeda.
Namun siapa sangka jika Tuhan belum benar-benar berkehendak mencabut nyawa
mereka, hingga kematian itu tertunda. Keduanya kembali menghirup udara
kehidupan. Pihak medis menyebutnya mati suri.
Kehidupan Desta dan Maya berubah drastis
setelah mereka kembali hidup dari kematiannya. Banyak hal aneh di luar logika
yang sering mereka temui. Mereka menyadari keanehan ini semenjak mereka masih
di rumah sakit. Kesamaan inilah yang akhirnya membuat keduanya semakin dekat.
Suatu saat mereka bertemu dengan seorang lelaki berjanggut panjang berpakaian serba hitam. Di saat yang lain, mereka melihat seorang perempuan tua berwajah pucat yang selalu mengikuti kemanapun mereka pergi. Hingga kemampuan melihat makhluk lain, seperti tuyul dan hantu penglaris. Di saat yang bersamaan, keduanya bertemu Ki Bagas Hapsoro, seorang paranormal yang memberitahu mereka bahwa indra keenam Desta dan Maya telah terbuka sejak mereka mengalami mati suri. Hal inilah yang membuat Desta dan Maya sanggup melihat makhluk-makhluk tak kasat mata. Meski keduanya tak pernah meminta atau sengaja mengasahnya.
Jawaban secara medis dari Dokter
Sani – dokter yang merawat mereka – juga tak bisa membuat keduanya lega.
Berdasarkan ilmu medis, indra keenam bersumber pada kelenjar pituitari yang ada
di dasar otak manusia. Jika indra keenam sudah terbuka, manusia dapat menembus
dimensi ruang maupun waktu. Hanya hal-hal tertentu yang dapat mempertajam indra
keenam. Mungkin salah satunya adalah mati suri seperti yang dialami oleh Desta
dan Maya.
Desta dan Maya menjadi tersiksa
dengan kondisi yang tengah mereka alami. Mereka tak cukup nyali jika harus
melihat makhluk-makhluk halus – yang menurut mereka sangat mengerikan – setiap
harinya. Namun Ki Bagas menasehati mereka untuk lebih berani menghadapi atau
hanya sekedar menatap makhluk-makhluk tak kasat mata itu.
Ki
Bagas juga bercerita jika sebelumnya, dia pernah menerima pasien dengan kasus
yang sama, namun pada akhirnya pasien itu mati akibat ketakutan. Dari sinilah,
Desta dan Maya mulai mencoba untuk membiasakan diri dengan kemampuan mereka
sekarang.
Satu masalah belum selesai, timbul
masalah lain. Entah sejak kapan dan oleh sebab apa Desta dan Maya tiba-tiba
menjadi target suatu pembunuhan. Dalang dari perencanaan pembunuhan itu sendiri
tidak main-main – Sasongko, seorang pengusaha media. Target sebenarnya adalah
Desta, tapi karena Maya dekat dengan Desta, maka ia ikut dilibatkan. Hingga
terjadi suatu hal yang tak diketahui siapapun bahwa tertangkapnya sekelompok pembunuh
bayaran Sasongko itu tak lain karena campur tangan perempuan tua berwajah pucat
yang selalu mengikuti Desta dan Maya.
Kesamaan bisa membuat siapapun
merasa dekat, begitu juga antara Desta dan Maya. Tanpa mereka sadari timbul
benih-benih cinta yang mulai menelusup ke relung hati mereka. Hingga sebuah
komitmen akhirnya membuat keduanya sepakat berpacaran.
Di saat mereka mulai berani melawan
ketakutan, sesuatu yang besar dan tak bisa dihindari kembali menimpa mereka.
Semua berawal ketika Desta dan Maya bertemu dengan hantu penasaran bernama
Naomi. Naomi ingin agar mereka membantunya mengubur jasadnya beserta pasangan
selingkuhannya secara layak akibat dibunuh oleh suami Naomi. Tapi karena
berbagai pertimbangan, salah satunya karena tak ingin berurusan dengan pihak
kepolisian, Desta dan Maya menolaknya. Hal itu membuat Naomi marah. Tak
disangka sebuah pukulan mendarat di kepala Desta dan Maya hingga mereka tak
sadarkan diri.
Keanehan kembali dirasakan oleh
keduanya. Tak ada seorang pun yang bisa melihat mereka. Bahkan saat Desta
hendak mencengkeram kerah baju seseorang yang dianggapnya mengganggu di bus, cengkeramannya
luput begitu saja. Tangannya bagai menembus angin. Kebingungan inilah yang
membuat mereka mengunjungi Ki Bagas. Ternyata bukan hanya Ki Bagas yang mereka
temui, tapi ada juga sosok perempuan tua berwajah pucat yang selama ini
mengikuti mereka. Dialah Nyi Kerinci, penunggu Gunung Kerinci yang tahu penyebab
hilangnya kedua orang tua Maya saat melakukan penelitian di sana.
Dari pernyataan Ki Bagas-lah
kenyataan itu terungkap. Desta dan Maya telah mati. Ya, mati akibat pukulan
Naomi yang menghantam kepala mereka. Di sinilah semua pertanyaan Maya untuk
mengetahui keberadaan orang tuanya menguap seketika. Percuma dia mengetahuinya
jika dirinya sendiri pun telah mati. Akhirnya kematian kedua itu benar-benar
dialami oleh Desta dan Maya.
Oke Sudrajat selaku penulis novel
ini benar-benar piawai dalam merangkai kalimat sederhana namun mampu
menimbulkan ketegangan bagi pembacanya. Plot dan alurnya pun sangat rapi. Penulisan
karakter tokoh juga terlihat sangat nyata.
Untuk hal-hal yang berkaitan dengan
medis, seperti mati suri juga disertai dengan teori medis terkait. Sehingga
tidak ada kesan mengada-ada atau rekaan semata. Hal inilah yang menjadi salah
satu penguat novel ini. Bahasa yang dipakai pun mudah dipahami.
Bukan hanya pengetahuan medis,
penulis juga dengan apik menyisipkan pengetahuan tentang adanya misteri orang
pendek di Gunung Kerinci – yang tak banyak orang tahu keberadaan mereka.
Sehingga setelah membaca novel ini, saya yakin akan ada beberapa di antara
pembaca yang browsing untuk memastikan
keberadaan orang pendek atau yang sering disebut uhang pandhak.
Penulis juga lihai membuat pembaca
berdegup kencang menikmati setiap ketakutan-ketakutan yang terjadi dalam tiap
peristiwa. Dari ketakutan itulah pembaca akan digiring ke rasa penasaran
sehingga ingin segera menyelesaikan membaca novel horor ini.
Tak ada gading yang tak retak,
begitupun dengan setiap karya. Jika isi atau hal-hal intern novel ini sudah sempurna, tidak dengan wujud fisiknya.
Selama membaca, beberapa kali saya melihat ada kesalahan cetak, meski
sebenarnya hal ini tidak terlalu mengganggu.
Selebihnya, Anda harus segera
berburu untuk memiliki buku ini. Di buku inilah pembaca akan tahu misteri yang terkait
dengan sebuah kematian. Pembaca juga bisa memetik hikmah bahwasanya setiap
kematian itu pasti akan terjadi, entah kapan, dimana dan karena apa.
Bagi yang bernyali ciut, jangan
coba-coba untuk membaca buku ini sendirian. Berbagilah ketakutan dengan teman
Anda. Dan berteriaklah jika memang makhluk-makhluk itu tiba-tiba berdiri di
depan Anda.
Selamat membaca :)
makasih sudah direviu :)
BalasHapussama-sama Bang Oke... :D
Hapus