Rabu, 17 Agustus 2016

Cerita Malam Tirakatan



Hemmm, sudah lama tak menengok ‘rumah maya’ ini. Dan sekalinya nengok kok malah mau curhat. Huuu, dasar emak-emak lagi baper ya gini ini, hehe.

Pertama-tama, MERDEKA! Dirgahayu untuk negeri tercinta Indonesia Raya. Semoga di usia yang kian renta ini, kita tidak lagi membuat ibu pertiwi menangis. Mengingat sekarang banyak sekali anak bangsa yang kian melenceng dari dari budaya ketimuran dan melupakan norma-norma.

Bicara soal hari kemerdekaan tentunya kita tak lepas dari yang namanya lomba. Tiap kampung pasti ada lomba, baik untuk anak-anak maupun ibu-ibu. Jarang ya, lomba untuk bapak-bapaknya. Kalau jaman aku kecil dulu pernah lihat bapak ikut lomba sepak bola berkostum dasternya emak. 

Sebagai orang tua yang memiliki anak kecil, aku pun mendorong lelaki kecilku untuk mengikuti lomba perayaan tujuhbelasan di kampung kami. Aku berpikir untuk mulai mengajarkan lelaki kecilku untuk berkompetisi, salah satunya ya mengikuti lomba ini.

Mendorongnya untuk ikut lomba, bukan berarti aku mengharuskan dia menang. Di awal-awal sebelum dia ikut lomba aku sudah mewanti-wanti dirinya. Berulangkali kubilang, “Le, boleh ikut lomba. Tapi gak boleh nangis kalau kalah. Lomba itu menang kalah sudah biasa.” 

Kenapa aku bilang begitu? Karena aku sudah mengenal betul karakter lelaki kecilku. Dia itu minderan, gak PD, dan cilik ati kalau orang jawa bilang. Apalagi ini adalah lomba pertama kalinya bagi lelaki kecilku.

Pas hari H, kudampingi dia, kusemangati dia. Di awal ikut lomba kelereng, dia tak satupun berhasil memasukkan kelereng ke dalam botol. Dia melihat ke arahku dengan wajah pasrah, aku pun terus menyemangatinya dan tersenyum padanya. Kuacungkan jempolku sebagai isyarat aku bangga padanya. Bukan pada apa yang dihasilkannya, tapi pada perjuangan dan keberaniannya. Banyak anak-anak lain yang menertawakannya. Tapi selalu kubisikkan padanya, “Gak apa-apa, kamu hebat sudah berani ikut lomba. Yang penting ibu tau kamu sudah berusaha.” Dia pun kembali tersenyum dan bersemangat.

Beberapa lomba pun diikutinya. Ada yang masuk final, tapi terus kalah ketika difinalkan. Ada pula yang gagal total. Aku tau ini kompetisi pertamanya, dan lawan-lawannya pun 2-3 tahun di atasnya. Bisa dibilang lelaki kecilku peserta yang paling kecil. Mungkin panitia pun hanya menganggapnya sebagai untul bawang. Di antara beberapa lomba itu, yaitu lomba disko balon berpasangan, dia keluar sebagai juara ketiga. Girangnya bukan main. 

Biasanya, para pemenang lomba akan menerima hadiah di malam tirakatan. Begitu juga di kampung kami. Setelah pembacaan nama penerima hadiah di kategori ibu-ibu, tentu saja anak-anak yang kemarin menang lomba juga berharap akan dipanggil dan menerima hadiah.  Namun rencana hanyalah rencana, rupanya penerimaan hadiah untuk kategori anak harus ditunda karena catatan nama pemenang lomba keselip entah dimana. Haduh, kelihatan gak profesional ya panitianya, haha. Alhasil, ketua RT pun memohon maaf atas ketidaknyamanan ini. Akhirnya Pak RT bilang bagi anak-anak yang kemarin merasa menang lomba diharap maju ke depan untuk berfoto dan memegang hadiah sebagai simbolisasi. Dimana hadiah itu nanti akan dikembalikan lagi kepada panitia dan akan dibagikan besok setelah rekapan nama pemenang ditemukan.
Gak salah sih kalau lelaki kecilku kemudian ikut maju ke depan dan ikut berfoto, karena dia merasa menang lomba disko balon. Tapi begitu kagetnya aku ketika dia kembali ke tempat duduk, matanya sudah berkaca-kaca dan tak lama kemudian malah menangis memelukku.

Aku yakin ada yang sudah berkata engak-enggak padanya. Benar saja, setelah tangisnya reda dan kutanyai, rupanya ada salah satu anak yang bilang ke dia, “Yeee, ora juara kok melu maju!”

Deg. Entah kenapa, mendengar itu kok rasanya hatiku ikut sakit. Terdengar kejam sekali kalimatnya, hehe. Aku bisa merasakan kenapa dia sampai menangis terisak-isak. Karena satu kalimat itu, gugurlah rasa percaya dirinya yang sebelumnya telah kubangun. Itulah yang kusedihkan. Aku yang susah payah membangun rasa percaya dirinya. Aku yang susah payah menanamkan padanya arti berkompetisi. Namun hanya karena satu kalimat itulah, gugur semuanya. Sampai di rumahpun dia masih menahan tangisnya. Bahkan ketika aku menulis ini semua, dia sudah terlelap, tapi sepertinya beban itu masih dibawanya. Dia tertidur sambil mingsek-mingsek. Praktis, hal ini membuat emaknya baper gak ketulungan (lebay, haha).

Jadi ingat di masa-masa kecilku dulu. Tak pernah sekalipun aku mengikuti lomba tujuhbelasan yang mengandalkan ketangkasan dan kecepatan. Hampir sama dengan lelaki kecilku, aku pun memiliki permasalahan yang sama dengan rasa ketidakpercayaan diri. Tapi anehnya, untuk lomba yang mengandalkan ingatan dan kecerdasan, aku justru semangat mengikutinya. Hampir tiap tahun sejak aku kelas tiga SD, aku mengikuti lomba cerdas cermat. Cieee, jadi kelihatan pinternya kalau gitu ya? (Gak boleh protes!) Berdasar pengalamanku itulah, aku ingin menumbuhkan rasa kepercayaan diri pada lelaki kecilku. Jangan sampai kaya emaknya ini yang jirih. Eh, lha kok malah ada aja yang merusak rasa percaya dirinya lagi. 

Aku tidak menyalahkan anak itu. Dia pasti juga belum paham kalau perkataannya bisa berimbas pada lelaki kecilku. Tentu dia pun tak tahu kalau kalimatnya itu termasuk pada kalimat bully. Tapi emak-emak ini tahu kalau aku harus bekerja keras untuk membuat lelaki kecilku kembali mendapatkan kepercayaan dirinya. Salah satunya dengan terus menyuportnya dan bangga dengan usahanya, bukan pada hasilnya. 

Lomba? Menang kalah itu biasa!

Ah, sudahlah... kok rasanya kian ngelantur, maklum sudah malam. Sudah waktunya bobok cantik, hihi *dadah-dadah ala putri Indonesia*

Foto setelah mengikuti lomba fashion show. eh, lha kok syalnya jadi pindah ke kepala :D

7 komentar:

  1. Tenang saja bu.. Semua orang sukses dan orang besar juga sering di bully, Hehe maju terus semangat juang mu pokoknya!!

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih semangatnya Teh... btw, blog teteh sudah dihapus ya?

      Hapus
    2. Blog saya masih yg lama atuh..cuma judulnya warna warni hidup.. isinya berkurang hehe *ada yg copas

      Hapus
  2. Warna warni hidup ..judulnya.. tp baru dua isinya..hehe :-)}

    BalasHapus
    Balasan
    1. hayuk diisi lagi, jgn dibiarin mangkrak lah... 'rumah' yg kosong nt banyak sarang laba-labanya lho :D

      Hapus
    2. Hehe iya.. Btw sarang laba-laba gpp asal bentuk nya lope2 warna warni lagi :D

      Hapus
  3. saya yakin nanti anak bunda jadi anak yang sukses, anggap saya bullyan tersebut menjadi motivasi untuk maju terus hehehe


    mampir yuk nun ke blog http://nuvaderma.com/blog

    BalasHapus