Jumat, 21 Desember 2012

Kematian Kedua



Judul          : Kematian Kedua
Penulis        : Oke Sudrajat
Penerbit      : Penerbit Anza
Terbit          : Mei 2012
Halaman      : viii + 168 halaman


           Kematian adalah sebuah misteri. Terkait dengan misteri sebab, waktu, dan tempat. Hanya Tuhan yang mengetahui segala jawaban perihal kematian. Seringkali kata kematian itu sendiri menimbulkan ketakutan. Namun tidak seharusnya takut itu ada, karena bagaimanapun setiap makhluk yang bernyawa pasti akan mati. Pasti!
            Kematian bisa terjadi pada siapa saja, tidak pandang umur. Bisa saja terjadi pada seseorang di usia yang belum genap tiga puluh tahun, seperti yang terjadi pada Desta dan Maya – kedua tokoh dalam novel ini. Desta dan Maya mengalami kematian dengan sebab yang berbeda. Namun siapa sangka jika Tuhan belum benar-benar berkehendak mencabut nyawa mereka, hingga kematian itu tertunda. Keduanya kembali menghirup udara kehidupan. Pihak medis menyebutnya mati suri.
            Kehidupan Desta dan Maya berubah drastis setelah mereka kembali hidup dari kematiannya. Banyak hal aneh di luar logika yang sering mereka temui. Mereka menyadari keanehan ini semenjak mereka masih di rumah sakit. Kesamaan inilah yang akhirnya membuat keduanya semakin dekat.
           
Suatu saat mereka bertemu dengan seorang lelaki berjanggut panjang berpakaian serba hitam. Di saat yang lain, mereka melihat seorang perempuan tua berwajah pucat yang selalu mengikuti kemanapun mereka pergi. Hingga kemampuan melihat makhluk lain, seperti tuyul dan hantu penglaris. Di saat yang bersamaan, keduanya bertemu Ki Bagas Hapsoro, seorang paranormal yang memberitahu mereka bahwa indra keenam Desta dan Maya telah terbuka sejak mereka mengalami mati suri. Hal inilah yang membuat Desta dan Maya sanggup melihat makhluk-makhluk tak kasat mata. Meski keduanya tak pernah meminta atau sengaja mengasahnya.
            Jawaban secara medis dari Dokter Sani – dokter yang merawat mereka – juga tak bisa membuat keduanya lega. Berdasarkan ilmu medis, indra keenam bersumber pada kelenjar pituitari yang ada di dasar otak manusia. Jika indra keenam sudah terbuka, manusia dapat menembus dimensi ruang maupun waktu. Hanya hal-hal tertentu yang dapat mempertajam indra keenam. Mungkin salah satunya adalah mati suri seperti yang dialami oleh Desta dan Maya.
            Desta dan Maya menjadi tersiksa dengan kondisi yang tengah mereka alami. Mereka tak cukup nyali jika harus melihat makhluk-makhluk halus – yang menurut mereka sangat mengerikan – setiap harinya. Namun Ki Bagas menasehati mereka untuk lebih berani menghadapi atau hanya sekedar menatap makhluk-makhluk tak kasat mata itu.
Ki Bagas juga bercerita jika sebelumnya, dia pernah menerima pasien dengan kasus yang sama, namun pada akhirnya pasien itu mati akibat ketakutan. Dari sinilah, Desta dan Maya mulai mencoba untuk membiasakan diri dengan kemampuan mereka sekarang.
            Satu masalah belum selesai, timbul masalah lain. Entah sejak kapan dan oleh sebab apa Desta dan Maya tiba-tiba menjadi target suatu pembunuhan. Dalang dari perencanaan pembunuhan itu sendiri tidak main-main – Sasongko, seorang pengusaha media. Target sebenarnya adalah Desta, tapi karena Maya dekat dengan Desta, maka ia ikut dilibatkan. Hingga terjadi suatu hal yang tak diketahui siapapun bahwa tertangkapnya sekelompok pembunuh bayaran Sasongko itu tak lain karena campur tangan perempuan tua berwajah pucat yang selalu mengikuti Desta dan Maya.
            Kesamaan bisa membuat siapapun merasa dekat, begitu juga antara Desta dan Maya. Tanpa mereka sadari timbul benih-benih cinta yang mulai menelusup ke relung hati mereka. Hingga sebuah komitmen akhirnya membuat keduanya sepakat berpacaran.
            Di saat mereka mulai berani melawan ketakutan, sesuatu yang besar dan tak bisa dihindari kembali menimpa mereka. Semua berawal ketika Desta dan Maya bertemu dengan hantu penasaran bernama Naomi. Naomi ingin agar mereka membantunya mengubur jasadnya beserta pasangan selingkuhannya secara layak akibat dibunuh oleh suami Naomi. Tapi karena berbagai pertimbangan, salah satunya karena tak ingin berurusan dengan pihak kepolisian, Desta dan Maya menolaknya. Hal itu membuat Naomi marah. Tak disangka sebuah pukulan mendarat di kepala Desta dan Maya hingga mereka tak sadarkan diri.
            Keanehan kembali dirasakan oleh keduanya. Tak ada seorang pun yang bisa melihat mereka. Bahkan saat Desta hendak mencengkeram kerah baju seseorang yang dianggapnya mengganggu di bus, cengkeramannya luput begitu saja. Tangannya bagai menembus angin. Kebingungan inilah yang membuat mereka mengunjungi Ki Bagas. Ternyata bukan hanya Ki Bagas yang mereka temui, tapi ada juga sosok perempuan tua berwajah pucat yang selama ini mengikuti mereka. Dialah Nyi Kerinci, penunggu Gunung Kerinci yang tahu penyebab hilangnya kedua orang tua Maya saat melakukan penelitian di sana.
            Dari pernyataan Ki Bagas-lah kenyataan itu terungkap. Desta dan Maya telah mati. Ya, mati akibat pukulan Naomi yang menghantam kepala mereka. Di sinilah semua pertanyaan Maya untuk mengetahui keberadaan orang tuanya menguap seketika. Percuma dia mengetahuinya jika dirinya sendiri pun telah mati. Akhirnya kematian kedua itu benar-benar dialami oleh Desta dan Maya.
            Oke Sudrajat selaku penulis novel ini benar-benar piawai dalam merangkai kalimat sederhana namun mampu menimbulkan ketegangan bagi pembacanya. Plot dan alurnya pun sangat rapi. Penulisan karakter tokoh juga terlihat sangat nyata.
            Untuk hal-hal yang berkaitan dengan medis, seperti mati suri juga disertai dengan teori medis terkait. Sehingga tidak ada kesan mengada-ada atau rekaan semata. Hal inilah yang menjadi salah satu penguat novel ini. Bahasa yang dipakai pun mudah dipahami.
            Bukan hanya pengetahuan medis, penulis juga dengan apik menyisipkan pengetahuan tentang adanya misteri orang pendek di Gunung Kerinci – yang tak banyak orang tahu keberadaan mereka. Sehingga setelah membaca novel ini, saya yakin akan ada beberapa di antara pembaca yang browsing untuk memastikan keberadaan orang pendek atau yang sering disebut uhang pandhak.
            Penulis juga lihai membuat pembaca berdegup kencang menikmati setiap ketakutan-ketakutan yang terjadi dalam tiap peristiwa. Dari ketakutan itulah pembaca akan digiring ke rasa penasaran sehingga ingin segera menyelesaikan membaca novel horor ini.
            Tak ada gading yang tak retak, begitupun dengan setiap karya. Jika isi atau hal-hal intern novel ini sudah sempurna, tidak dengan wujud fisiknya. Selama membaca, beberapa kali saya melihat ada kesalahan cetak, meski sebenarnya hal ini tidak terlalu mengganggu.
            Selebihnya, Anda harus segera berburu untuk memiliki buku ini. Di buku inilah pembaca akan tahu misteri yang terkait dengan sebuah kematian. Pembaca juga bisa memetik hikmah bahwasanya setiap kematian itu pasti akan terjadi, entah kapan, dimana dan karena apa.
            Bagi yang bernyali ciut, jangan coba-coba untuk membaca buku ini sendirian. Berbagilah ketakutan dengan teman Anda. Dan berteriaklah jika memang makhluk-makhluk itu tiba-tiba berdiri di depan Anda.
            Selamat membaca :)

2 komentar: