Kamis, 21 Februari 2013

Surat Cerai


“Cepat tanda tangan! Tak usah kau banyak tanya,” dilemparkannya map itu di atas meja di hadapanku.
Mataku terbelalak ketika kubuka dan membacanya, “SURAT CERAI”.
Wanita di samping Mas Ray tertawa sinis.

“Mas mau menceraikanku?” tanyaku masih tak mengerti.

“Ya... kerena kamu mandul,” kata Mas Ray kasar.

Hatiku teriris dikatakan mandul. Pernikahan kami yang sudah 10 tahun memang belum dikaruniai anak, tapi bukan berarti aku mandul. Dan selama ini aku merasakan hubungan kami sudah tidak “sehat” lagi.

“Sudah, cepat tanda tangani saja!” Mas Ray membentakku. Wanita itu tetap bergelayut manja di pundaknya.

Dengan tangan bergetar, kuambil pena di meja. Dalam sekejap kertas bermaterai itu kutandatangani.

Mas Ray tertawa, berlalu dari hadapanku sambil menggamit mesra wanita berpenampilan seksi itu.

Aku terpuruk, hancur. Kuelus perutku yang belum membuncit.
"Kini, kaulah satu-satunya yang Bunda miliki, Nak!" bisikku lirih. Kuyakin janin di dalam sana ikut merasakan kepedihanku.

2 komentar: