Sabtu, 24 Maret 2012

Berbagi Hati


“Dia meminta sedikit ruang di hati mas. Sedikit saja.” nada suara mas begitu memohon.

Aku tak sanggup berkata-kata. Lidahku kelu. Yang ada hanya air mata yang menjadi saksi atas permintaan itu. Permintaan yang aku sendiri tak pernah tahu apakah aku bisa mewujudkannya. Ya, permintaan untuk berbagi hati.

Mas memelukku. Diusapnya butir bening yang terus menyeruak dari kedua mataku. Dadaku terasa sesak. Permintaan itu sungguh seakan menusuk-nusuk hatiku. Perih.

“Mas mengabulkannya?” kucoba menguatkan hati dan bertanya pada mas. Sebenarnya aku ingin mas menggeleng sebagai jawabannya. Namun, lagi-lagi aku harus kecewa. Anggukan itu serasa menjadi pukulan yang sangat berat yang menghantam dadaku.

“Sedikit itu seberapa mas? Seperdelapan? Seperempat? Sepertiga? Atau Setengah? Bisakah mas menghitungnya dengan tepat?” air mata tak mampu lagi kubendung.

“Maafkan mas, dik.. maafkan dia juga. Dia hanya ingin ada yang menemaninya di sisa hidupnya. Dan dia memilih mas. Mas juga tak tahu kenapa di usianya yang sudah kepala tiga, dia menjatuhkan pilihan pada mas yang sudah beristri, sedangkan sebelumnya tak ada seorang lelakipun yang mampu menarik hatinya”

Aku semakin tergugu mendengar kata-kata mas. Bagiku ini sungguh tak adil. Kenapa cintanya yang terlambat datang itu harus bertaut di hati mas? Sedang dia tahu kalau mas sudah punya aku.


2 komentar:

  1. Yah.. Kadang hidup melatih kita menjadi tegar.
    Dengan atau tanpa seseorang.. Apapun yg kita alami
    Semoga kuat bagi yg tanpa teman :)

    BalasHapus
  2. Yah.. Kadang hidup melatih kita menjadi tegar.
    Dengan atau tanpa seseorang.. Apapun yg kita alami
    Semoga kuat bagi yg tanpa teman :)

    BalasHapus