Gambar dicomot dari sini |
Hari
H tiba. Setelah melalui perjalanan kurang lebih selama satu jam, kami sampai di
tempat tujuan. Untuk dapat mencapai tempat lokasi ospek, kami diharuskan berjalan kaki
terlebih dulu. Entah berapa kilometer kami harus melalui jalan yang menurun dan
dinginnya terasa menggigit tulang itu. Lagu-lagu ceria menjadi iringan
tersendiri dari tiap derap langkah kaki kami untuk menuju lokasi perkemahan.
Apalagi para Menwa ( Resimen Mahasiswa ) yang mengawal kami juga melontarkan
guyonan-guyonan yang mampu mengocok perut meski kadang terdengar konyol.
Begitu
sampai di lokasi perkemahan, kami segera mendirikan tenda per group. Sesuai jurusan yang kami
ambil (jurusan kesehatan), maka nama group pun
diambil dari nama obat-obatan dan bahan kimia. Aku berada di group “Formalin” bersama kelima temanku. Kebetulan aku-lah yang
dipilih teman-teman untuk mengetuai group
“Formalin”.
Sebagai
ketua, tak aneh rasanya jika setiap saat aku harus menjadi wakil teman-teman untuk menghadap panitia, termasuk
para Menwa yang meng-handle acara. Jadi mau tak mau, panitia dan Menwa akan
hafal dengan wajah-wajah yang sering menghadap ini.
Kegiatan
demi kegiatan kami lalui. Mulai dari latihan baris-berbaris, senam, permainan
dan lomba-lomba. Dalam setiap kegiatan itu kami juga harus mengikatkan telur asin yang ditaruh di dalam plastik dan digantungkan di
pinggang. Satu hal yang membuat pergerakan kami terbatas, telur asin itu
tak boleh pecah. Haduh, benar-benar
harus ekstra hati-hati menjaganya, seperti seekor induk ayam menjaga telur
yang dieraminya, hehe..
Malam
mulai menjelang. Tiba-tiba ada panggilan kepada seluruh peserta Ospek untuk
segera berkumpul di lapangan, padahal saat itu adalah jadwalnya istirahat. Kami
saling bertanya-tanya dalam hati mengapa kami dikumpulkan mendadak seperti ini.
Begitu kami sampai di lapangan, wajah para Menwa terlihat tegang dan serius.
Berarti memang ada hal yang benar-benar penting. Dengan rapi kami berbaris per group. Aku yang sebagai ketua, otomatis
berdiri di urutan paling depan. Jantung rasanya mau copot saat beberapa Menwa mulai
membentak dan bicara keras kepada kami. Padahal siangnya kami akrab dan
bercanda.
“Kalian
tahu mengapa kalian dikumpulkan di sini?” tanya salah satu Menwa.
Kami
saling berpandangan dan mengangkat bahu pertanda tak mengerti. Tiba-tiba ada rasa
takut ketika Menwa mulai menampakkan wajah sangarnya.
“Ada
yang lapor kalau salah satu di antara kalian ada yang membawa sabu-sabu.
Makanya malam ini tenda dan tas kalian akan kami geledah,” celetuk Menwa yang
lain. Seingatku saat itu ada lima Menwa yang memandu kegiatan kami.
Lagi-lagi
kami saling berpandangan tak mengerti. Siapa tersangka itu? Mungkinkah di
antara banyaknya peserta ospek memang ada yang membawa sabu-sabu? Jika benar kok berani sekali. Ah, entahlah ... yang pasti kami hanya bisa diam mendengar bentakan
demi bentakan dari Menwa.
“Oh,
iya ... ada satu lagi. Tadi sore kami mendapat laporan dari warga sini kalau ada
yang memakai WC lantas tidak disentor. Dari radius
berapa meter sudah tercium baunya,” kata salah seorang Menwa yang kuketahui namanya
Anton itu dengan garang.
“Kami
hanya meminta kejujuran kalian. Laporan yang masuk ke kami ada dua orang. Dan
kami ingin pelaku mengakuinya di sini. Atau jika tidak ada yang mau mengaku,
dengan terpaksa kami akan menyebutkan namanya di sini dan memberikan hukuman
pada mereka.” Menwa-menwa itu semakin mencerocos disertai bentakan-bentakan yang
membuat kami takut.
Aku
yang tak merasa melakukan salah satu dari kesalahan yang disebutkan di atas
hanya bisa diam. Toh, aku benar-benar
tak tahu siapa yang mereka maksud.
“Benar
tidak ada yang mau mengaku? Oke, jika
kalian minta kami bersikap tegas, kami akan lakukan. Pelakunya adalah Fitri dan
Hani (saat itu mereka menyebut nama kami secara lengkap). Yang namanya kami sebut, ayo cepat maju!”
Aku
yang memang tak merasa melakukan kesalahan, tersentak kaget begitu namaku
dipanggil. Wah, jangan-jangan laporan
itu salah. Mendengar namaku dipanggil hingga dua kali, dengan terpaksa aku pun
melangkahkan kaki maju ke depan. Seorang temanku dari jurusan lain yang tadi juga dipanggil
akhirnya berani maju juga.
Begitu
sampai di depan Menwa, aku dibentak habis-habisan. Aku benar-benar tak tahu apa
salahku dan mengapa tiba-tiba ada namaku di tangan mereka sebagai bentuk
laporan dari salah seorang warga sekitar terkait dengan pemakaian WC yang tak
disentor setelah dipakai. Haduh ... apa-apaan
ini? Meski begitu, aku sempat gemetar saat dua Menwa membentak secara bersamaan
di kedua telingaku. Astaghfirullah ...
aku dibentak atas kesalahan yang tak kulakukan. Tapi aku berusaha bersikap
tenang di depan mereka. Toh aku
memang tak merasa melakukan kesalahan itu. Temanku yang bernama Hani juga
mengalami hal yang sama denganku. Dia dibentak-bentak dan sempat kulihat dia
menangis.
Tak
terasa malam kian larut. Aku dan Hani yang masih berdiri terpaku di depan
barisan hanya bisa menebak-nebak kata-kata apa lagi yang akan dilontarkan
Menwa-menwa itu pada kami. Namun alangkah terkejutnya aku dan Hani ketika
tiba-tiba sikap para Menwa itu melunak. Mereka menyalami kami berdua.
“Selamat
ulang tahun ...” kata mereka berlima serempak.
Aku
dan Hani saling berpandangan. Kami berdua akhirnya berpelukan dan saling
meneteskan air mata. Teman-teman lain yang menyaksikan kejadian ini bertepuk
tangan dan bersorak. Atas perintah Menwa, akhirnya dengan kompak seluruh
peserta Ospek menyanyikan lagu Selamat Ulang Tahun untuk kami berdua. Kami tak
berhentinya menangis. Ada rasa kesal dan takut saat dikerjai oleh para Menwa
jahil tadi. Namun kini kami bisa lega karena memang kami tak bersalah.
Saat
penyalaan api unggun, aku dan Hani juga mendapat kesempatan untuk menyalakan
api unggun bersama para Menwa yang sudah menjahili kami. Masya Allah, aku benar-benar terharu. Aku yang tak pernah menduga
akan dikerjai seperti ini merasa sedikit syok karena dibentak-bentak atas
kesalahan yang tak aku lakukan. Bahkan karena aku tak terlihat menangis saat
mereka bentak, para Menwa itu semakin gencar mencecarku dengan tuduhan-tuduhan
yang semakin menyudutkanku. Ah,
pokoknya hanya ada rasa jengkel jika aku mengingat semuanya. Hehe ...
Keesokan
harinya setelah semua kegiatan Ospek berakhir, Anton (salah satu anggota
Menwa) mengajakku jalan-jalan. Ada tiga teman yang ikut bersamaku. Katanya
Anton ingin menunjukkan suatu tempat yang indah untukku. Tempat yang dia yakin
aku belum pernah menginjaknya sebelum ini. Aku semakin penasaran. Akhirnya
kuikuti saja kemana kakinya melangkah.
Kami
menyusuri jalan setapak menuju ke atas bukit. Jalanan yang licin membuat aku
dan temanku saling berpegangan satu sama lain. Lima belas menit kira-kira kami
berjalan kaki dan sampailah kami di tempat yang dimaksud oleh Anton.
“Subhanallah ... indah sekali,” ucapku spontan.
Kini
di hadapan kami telah terpampang pemandangan yang membuat kami berdecak kagum.
Sebuah air terjun yang dibawahnya mengalir air yang tenang. Sejuk, dan aku
sungguh merasakan damai berada di tempat ini.
“Kamu
mau ke sana?” tanya Anton padaku. Dia menunjuk ke sebuah batu besar yang tak
jauh dari jatuhnya air terjun.
“Memangnya
tidak berbahaya?” tanyaku.
“Sudah
beberapa kali aku ke sini dan aku sudah hafal relief di sini,” katanya yakin.
Akhirnya
aku yang awalnya ragu menjadi mengangguk setuju ketika Anton mengulurkan
tangannya dan menggandengku ke tempat yang dia maksud. Ketika aku berdiri di
sebuah batu besar yang tadi ditunjuk Anton, aku merasakan dinginnya percikan
air yang mengenai wajahku. Subhanallah,
benar-benar sejuk. Tanpa ragu aku pun berjongkok dan mengambil air dengan kedua
tanganku. Kubasuh mukaku dengan air yang dingin itu dan lagi-lagi aku merasakan
nikmat Allah yang tiada tara.
“Kuharap
ini bisa menjadi kado terindah di hari ulang tahunmu,” kata Anton lirih. Aku pun
tersenyum dan mengangguk setuju.
Sungguh,
ini menjadi sebuah moment yang tak terlupa di hari ulang tahunku. Mulai aku
dikerjai dan dibentak-bentak oleh para Menwa, sampai aku dibawa ke tempat yang
sangat indah ini. Benar-benar kado terindah di hari ulang tahunku yang ke-19.
Postingan ini diikutsertakan pada Give Away Ultah Samara.
Unforgettable moment yaaa...
BalasHapusUdah jiper dibentak bentak eh dapat bonus dikasih lihat temapt yang indah.
Terima kasih atas cerita dan partisipasinya dalam GA Ultah Samara :)
Hihihi, untung ga kencing di celana :D
HapusSalam untuk Samara-nya ya, Mbak :)
ospek memang seru ya, jadi ingat masa kuliah dulu
BalasHapusblognya udah saya follow ya mbak
Terima kasih kunjungannya, Mbak. Saya akan berkunjung balik :)
Hapusehem, peristiwa yg terakhir itu tak terlupakan :)
BalasHapusAhaaayyy... sudah tak tahu dimana rimbanya, Mbak. Pertemuan juga sebatas pas ospek itu saja.
BalasHapuskuliah apa ya mbak, satu tahun? :)
BalasHapus