Senin, 04 Maret 2013

Dikerjai Menwa

Gambar dicomot dari sini
Tahun 2004, aku mulai memasuki program kuliah satu tahun di bidang kesehatan. Meski hanya satu tahun, tapi peraturan Ospek tetap berlaku bagi para mahasiswa baru. Dan untuk Ospek kala itu, kami  dibawa panitia ke daerah Kalisoro, Tamangmangu.
Hari H tiba. Setelah melalui perjalanan kurang lebih selama satu jam, kami sampai di tempat tujuan. Untuk dapat mencapai tempat lokasi ospek, kami diharuskan berjalan kaki terlebih dulu. Entah berapa kilometer kami harus melalui jalan yang menurun dan dinginnya terasa menggigit tulang itu. Lagu-lagu ceria menjadi iringan tersendiri dari tiap derap langkah kaki kami untuk menuju lokasi perkemahan. Apalagi para Menwa ( Resimen Mahasiswa ) yang mengawal kami juga melontarkan guyonan-guyonan yang mampu mengocok perut meski kadang terdengar konyol.
         Begitu sampai di lokasi perkemahan, kami segera mendirikan tenda per group. Sesuai jurusan yang kami ambil (jurusan kesehatan), maka nama group pun diambil dari nama obat-obatan dan bahan kimia. Aku berada di group “Formalin” bersama kelima temanku. Kebetulan aku-lah yang dipilih teman-teman untuk mengetuai group “Formalin”.
          Sebagai ketua, tak aneh rasanya jika setiap saat aku harus menjadi wakil teman-teman untuk menghadap panitia, termasuk para Menwa yang meng-handle acara. Jadi mau tak mau, panitia dan Menwa akan hafal dengan wajah-wajah yang sering menghadap ini.
Kegiatan demi kegiatan kami lalui. Mulai dari latihan baris-berbaris, senam, permainan dan lomba-lomba. Dalam setiap kegiatan itu kami juga harus mengikatkan telur asin yang ditaruh di dalam plastik dan digantungkan di pinggang. Satu hal yang membuat pergerakan kami terbatas, telur asin itu tak boleh pecah. Haduh, benar-benar harus ekstra hati-hati menjaganya, seperti seekor induk ayam menjaga telur yang dieraminya, hehe..
Malam mulai menjelang. Tiba-tiba ada panggilan kepada seluruh peserta Ospek untuk segera berkumpul di lapangan, padahal saat itu adalah jadwalnya istirahat. Kami saling bertanya-tanya dalam hati mengapa kami dikumpulkan mendadak seperti ini. Begitu kami sampai di lapangan, wajah para Menwa terlihat tegang dan serius. Berarti memang ada hal yang benar-benar penting. Dengan rapi kami berbaris per group. Aku yang sebagai ketua, otomatis berdiri di urutan paling depan. Jantung rasanya mau copot saat beberapa Menwa mulai membentak dan bicara keras kepada kami. Padahal siangnya kami akrab dan bercanda.
“Kalian tahu mengapa kalian dikumpulkan di sini?” tanya salah satu Menwa.
Kami saling berpandangan dan mengangkat bahu pertanda tak mengerti. Tiba-tiba ada rasa takut ketika Menwa mulai menampakkan wajah sangarnya.
“Ada yang lapor kalau salah satu di antara kalian ada yang membawa sabu-sabu. Makanya malam ini tenda dan tas kalian akan kami geledah,” celetuk Menwa yang lain. Seingatku saat itu ada lima Menwa yang memandu kegiatan kami.
Lagi-lagi kami saling berpandangan tak mengerti. Siapa tersangka itu? Mungkinkah di antara banyaknya peserta ospek memang ada yang membawa sabu-sabu? Jika  benar kok berani sekali. Ah, entahlah ... yang pasti kami hanya bisa diam mendengar bentakan demi bentakan dari Menwa.
“Oh, iya ... ada satu lagi. Tadi sore kami mendapat laporan dari warga sini kalau ada yang memakai WC lantas tidak disentor. Dari radius berapa meter sudah tercium baunya,” kata salah seorang Menwa yang kuketahui namanya Anton itu dengan  garang.
“Kami hanya meminta kejujuran kalian. Laporan yang masuk ke kami ada dua orang. Dan kami ingin pelaku mengakuinya di sini. Atau jika tidak ada yang mau mengaku, dengan terpaksa kami akan menyebutkan namanya di sini dan memberikan hukuman pada mereka.” Menwa-menwa itu semakin mencerocos disertai bentakan-bentakan yang membuat kami takut.
Aku yang tak merasa melakukan salah satu dari kesalahan yang disebutkan di atas hanya bisa diam. Toh, aku benar-benar tak tahu siapa yang mereka maksud.
“Benar tidak ada yang mau mengaku? Oke, jika kalian minta kami bersikap tegas, kami akan lakukan. Pelakunya adalah Fitri dan Hani (saat itu mereka menyebut nama kami secara lengkap). Yang namanya kami sebut, ayo cepat maju!”
Aku yang memang tak merasa melakukan kesalahan, tersentak kaget begitu namaku dipanggil. Wah, jangan-jangan laporan itu salah. Mendengar namaku dipanggil hingga dua kali, dengan terpaksa aku pun melangkahkan kaki maju ke depan. Seorang temanku  dari jurusan lain yang tadi juga dipanggil akhirnya berani maju juga.
Begitu sampai di depan Menwa, aku dibentak habis-habisan. Aku benar-benar tak tahu apa salahku dan mengapa tiba-tiba ada namaku di tangan mereka sebagai bentuk laporan dari salah seorang warga sekitar terkait dengan pemakaian WC yang tak disentor setelah dipakai. Haduh ... apa-apaan ini? Meski begitu, aku sempat gemetar saat dua Menwa membentak secara bersamaan di kedua telingaku. Astaghfirullah ... aku dibentak atas kesalahan yang tak kulakukan. Tapi aku berusaha bersikap tenang di depan mereka. Toh aku memang tak merasa melakukan kesalahan itu. Temanku yang bernama Hani juga mengalami hal yang sama denganku. Dia dibentak-bentak dan sempat kulihat dia menangis.
Tak terasa malam kian larut. Aku dan Hani yang masih berdiri terpaku di depan barisan hanya bisa menebak-nebak kata-kata apa lagi yang akan dilontarkan Menwa-menwa itu pada kami. Namun alangkah terkejutnya aku dan Hani ketika tiba-tiba sikap para Menwa itu melunak. Mereka menyalami kami berdua.
“Selamat ulang tahun ...” kata mereka berlima serempak.
Aku dan Hani saling berpandangan. Kami berdua akhirnya berpelukan dan saling meneteskan air mata. Teman-teman lain yang menyaksikan kejadian ini bertepuk tangan dan bersorak. Atas perintah Menwa, akhirnya dengan kompak seluruh peserta Ospek menyanyikan lagu Selamat Ulang Tahun untuk kami berdua. Kami tak berhentinya menangis. Ada rasa kesal dan takut saat dikerjai oleh para Menwa jahil tadi. Namun kini kami bisa lega karena memang kami tak bersalah.
Saat penyalaan api unggun, aku dan Hani juga mendapat kesempatan untuk menyalakan api unggun bersama para Menwa yang sudah menjahili kami. Masya Allah, aku benar-benar terharu. Aku yang tak pernah menduga akan dikerjai seperti ini merasa sedikit syok karena dibentak-bentak atas kesalahan yang tak aku lakukan. Bahkan karena aku tak terlihat menangis saat mereka bentak, para Menwa itu semakin gencar mencecarku dengan tuduhan-tuduhan yang semakin menyudutkanku. Ah, pokoknya hanya ada rasa jengkel jika aku mengingat semuanya. Hehe ...
Keesokan harinya setelah semua kegiatan Ospek berakhir, Anton (salah satu anggota Menwa) mengajakku jalan-jalan. Ada tiga teman yang ikut bersamaku. Katanya Anton ingin menunjukkan suatu tempat yang indah untukku. Tempat yang dia yakin aku belum pernah menginjaknya sebelum ini. Aku semakin penasaran. Akhirnya kuikuti saja kemana kakinya melangkah.
Kami menyusuri jalan setapak menuju ke atas bukit. Jalanan yang licin membuat aku dan temanku saling berpegangan satu sama lain. Lima belas menit kira-kira kami berjalan kaki dan sampailah kami di tempat yang dimaksud oleh Anton.
Subhanallah ... indah sekali,” ucapku spontan.
Kini di hadapan kami telah terpampang pemandangan yang membuat kami berdecak kagum. Sebuah air terjun yang dibawahnya mengalir air yang tenang. Sejuk, dan aku sungguh merasakan damai berada di tempat ini.
“Kamu mau ke sana?” tanya Anton padaku. Dia menunjuk ke sebuah batu besar yang tak jauh dari jatuhnya air terjun.
“Memangnya tidak berbahaya?” tanyaku.
“Sudah beberapa kali aku ke sini dan aku sudah hafal relief di sini,” katanya yakin.
Akhirnya aku yang awalnya ragu menjadi mengangguk setuju ketika Anton mengulurkan tangannya dan menggandengku ke tempat yang dia maksud. Ketika aku berdiri di sebuah batu besar yang tadi ditunjuk Anton, aku merasakan dinginnya percikan air yang mengenai wajahku. Subhanallah, benar-benar sejuk. Tanpa ragu aku pun berjongkok dan mengambil air dengan kedua tanganku. Kubasuh mukaku dengan air yang dingin itu dan lagi-lagi aku merasakan nikmat Allah yang tiada tara.
“Kuharap ini bisa menjadi kado terindah di hari ulang tahunmu,” kata Anton lirih. Aku pun tersenyum dan mengangguk setuju.
Sungguh, ini menjadi sebuah moment yang tak terlupa di hari ulang tahunku. Mulai aku dikerjai dan dibentak-bentak oleh para Menwa, sampai aku dibawa ke tempat yang sangat indah ini. Benar-benar kado terindah di hari ulang tahunku yang ke-19.

Postingan ini diikutsertakan pada Give Away Ultah Samara.


7 komentar:

  1. Unforgettable moment yaaa...
    Udah jiper dibentak bentak eh dapat bonus dikasih lihat temapt yang indah.

    Terima kasih atas cerita dan partisipasinya dalam GA Ultah Samara :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihihi, untung ga kencing di celana :D

      Salam untuk Samara-nya ya, Mbak :)

      Hapus
  2. ospek memang seru ya, jadi ingat masa kuliah dulu
    blognya udah saya follow ya mbak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih kunjungannya, Mbak. Saya akan berkunjung balik :)

      Hapus
  3. ehem, peristiwa yg terakhir itu tak terlupakan :)

    BalasHapus
  4. Ahaaayyy... sudah tak tahu dimana rimbanya, Mbak. Pertemuan juga sebatas pas ospek itu saja.

    BalasHapus
  5. kuliah apa ya mbak, satu tahun? :)

    BalasHapus